Guru ~ PW PII JABAR

Guru

Sartifikasi Guru dan Industrialisasi Pendidikan
Oleh Wandi Irfandi

Pendidikan oleh beberapa kalangan dianggap sebuah proses perubahan kea rah yang lebih baik dan dilakukan secara sadar. Pendidikan pun dianggap sebagai sebuah barometer kecerdasan masyarakat di satu bangsa.

Jika bangsa memiliki masyarakat yang berpendidikan tinggi, maka dipastikan negara tersebut merupakan negara maju. Begitu pun sebaliknya jika suatu bangsa memiliki masyarakat yang berpendidikan rendah maka sudah dapat dipastikan negara atau bangsa tersebut tidak akan mengalami kemajuan.

Indonesia satu dari berbagai negara yang tidak mau dikatakan mempunyai masyarakat yang berpendidikan rendah. Karena konsekuensi dari hal tersebut Indonesia akan mendapat gelar negara tidak berkembang. Berbagai macam usaha pun dilakukan oleh pemerintah guna menaikan harkat dan martabat bangsa Indonesia. System pendidikan yang dianggap akan menghambat kemajuan negara, sesegera mungkin diganti hingga perubahan demi perubahan system pendidikan diberlakukan, dari mulai system pendidikan CBSA (cara belajar siswa aktif) sampai dengan kurikulum berbasis kompetensi atau yang lebih dikenal dengan KBK.

Selain dari pada itu sumber daya manusia sebagai infrastruktur pendidikan mulai di-upgrade. Para pendidik sekolah atau yang lebih dikenal dengan guru tidak bisa lagi semena-mena mengajar. Bermacam kualifikasi dan standarisasi diberlakukan demi menunjang guru yang competent dibidangnya sehingga anak didik (baca: murid) mendapatkan mata pelajaran dari guru dibidangnya. Pendapatan guru dinaikkan untuk memicu semangat mengajar. Serta yang terakhir adalah ingin naik golongan atau pangkat akan sangat mudah hanya mengumpulkan minimal 850 kredit point maka guru tersebut bisa menambah pendapatan dan kenaikan pangkat

Namun justru disinilah permasalahan mulai muncul. Ketika guru diharuskan mengumpulkan point, maka secara tidak langsung pendidikan sudah beralih fungsi menjadi suatu industri. Semua guru, terutama guru yang masih baru, akan terus mengumpulkan point sehingga ia bisa menambah pendapatannya. Masih mending jika pengumpulan point tersebut tidak mengganggu aktifitas belajar mengajar dan tidak memakai uang sekolah. Akan tetapi jika proses yang dilakukan adalah sebaliknya maka dapat dibayangkan berapa kerugian sekolah dan para murid.

Maklumlah, saat ini di kalangan guru mulai muncul suatu kegiatan yang bernama stratifikasi guru, yakni suatu kegiatan yang jika guru tersebut mengikutinya maka ia akan mendapatkan point sesuai dengan kegiatannya. Kegiatan tersebut bisa berupa seminar atau pendidikan. Point yang didapat pun tergantung dari tingkat seminar atau pendidikan tersebut dilakukan. Pendidikan atau seminar yang berskala se-kabupaten atau kota tentu akan lebih rendah nilainya dibanding pendidikan atau pelatihan yang berskala Nasional. Namun yang lebih tinggi dari pada semuanya adalah pendidikan dengan skala nasional yakni sebanyak 25 point.

Baru-baru ini di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat muncul kegiatan hal tersebut. Para guru diminta untuk datang mengikuti pendidikan profesi guru atau disingkat P2G, tentu saja dengan iming-iming point sebanyak 25. Kegiatan tersebut mengundang respon yang sangat besar dari para guru hingga tak heran jumlah perserta dari tiap daerah pun sangat banyak. Untuk daerah Tasikmalaya yang mengadakan P2G tercatat ada 1700 perserta itu pun terpaksa dibatasi karena tidak bisa menampung lokasi yang digunakan. Pun begitu dengan daerah lain majalengka yang mengadakan P2g pada tanggal 4 Mei kemarin mampu menyedot sedikitnya 1500 guru untuk datang menghadiri acara tersebut dan lagi-lagi jumlah peserta harus dibatasi. Padahal kegiatan tersebut tidak gratis. Para guru diharuskan membayar uang pendaftaran dari mulai Rp. 70.000,0 sampai Rp. 100.000,-, berbeda di masing-masing daerah tergantung penyelenggaranya.

Begitu banyaknya guru yang mengincar kegiatan-kegiatan tersebut tentu merupakan sasaran yang empuk bagi para event organizer (EO) untuk mengadakan acara serupa. Maklumlah selain kegiatannya sederhana, para EO pun tersebut akan mendapat keuntungan dari uang pendaftaran para guru. Pada bulan ini saja tercatat sudah 6 kegiatan yang melibatkan guru sebagai pesertanya.

Kegiatan berjenis pelatihan untuk bulan ini merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan di Jawa Barat. Sebut daerah Sukabumi 3 kegiatan yang tentu akan membuat ngiler para guru. Kegiatan tersebut adalah 2 seminar nasional dan 1 pendidikan. Untuk seminar nasional diadakan pada tanggal 4 Mei kemarin di Gedung Merdeka dan tanggal 11 Mei di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) dengan biaya pendaftaran Rp. 75.000,- untuk di Gedung Merdeka dan Rp. 70.000,- di STAI. Sedangkan untuk biaya pelatihan sebesar Rp. 100.000,- dan dilaksanakan di gedung olah raga Cisaat.

Selain itu dengan tanggal yang sama yakni 11 Mei 2008 Kab. Cianjur pun seolah tak mau kalah melaksanakan Pelatihan Profesi Guru. Dengan biaya Rp. 80.000,00 para guru sudah bisa mengikuti pelatihan tersebut dan setelahnya mendapat kredit point sebanyak 25 point. Kemudian sebagaimana telah disebutkan Kab. Cirebon dan Kab. Majalengka juga mengadakan pelatihan profesi Guru.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa pendidikan di Indonesia saat ini kayaknya sudah beralih pada industrialisasi pendidikan, dimana seluruh aspek pendidikan, dari mulai kurikulum belajar sampai peningkatan kualitas guru, sudah terkotori oleh perdagangan dan perusahaan. Maka jangan heran bila suatu saat nanti banyak guru yang melupakan dulu kewajibannya demi meraih point sebanyak-banyaknya.

Sungguh sebuah ironi yang sangat mengenaskan. Alih-alih meningkatkan kualitas pendidikan kini malah tejerembab pada industri pendidikan yang kapitalis dan tidak bermartabat. Semoga pemerintah lebih efektif dan bermoral dalam membuat suatu kebijakan khususnya dalam bidang pendidikan. Sehingga cita-cita pendidikan berkualitas bagi semua tidak hanya menjadi slogan belaka. Satu hal yang mesti diingat pendidikan kita pernah menjadi contoh teladan oleh negara lain. Mudah-mudahan ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap pendidikan di Indonesia